Skripsi Paradigma Pemidanaan Terhadap Pelaku Tindak Pidana Penodaan Agama


BENTUK PEMIDANAAN TERHADAP PELAKU TINDAK PIDANA PENODAAN AGAMA DIHUBUNGKAN DENGAN TUJUAN PEMIDANAAN (Analisis Kasus Lia Eden dan Ahmad Mushaddeq) 

Disusun Oleh: HUJJATUL BAIHAQI HERIYANTO S.H. 



Penodaan agama merupakan perbuatan yang dapat mengotori atau mengurangi kesucian atau membuat cela terhadap suatu agama. Penodaan agama yang dimaksud dalam penelitian ini adalah penodaan yang dilakukan oleh aliran menyimpang. Indonesia sebagai Negara yang religius yang menjunjung tinggi nilai agama dalam kehidupan sehari-hari. Hal ini menjadikan tindak pidana penodaan agama sebagai sebuah bentuk kejahatan yang kerap menimbulkan reaksi luas dimasyarakat. Pemidanaan sebagai jalan untuk menaggulangi kejahatan tindak pidana penodaan agama haruslah sejalan dengan tujuan atas diberlakukannya pemidanaan itu sendiri. Kendati demikian, pemidanaan yang diberlakukan terhadap pelaku tindak pidana penodaan agama seperti yang dirumuskan dalam Pasal 156a Kitab Undang-undang Hukum Pidana nampaknya tidak mampu mencapai tujuan pemidanaan itu sendiri. Hal tersebut dibuktikan dengan berulangnya tindak pidana serupa oleh pelaku yang sama setelah ia menjalankan pemidanaan. Dalam penelitian ini terdapat 2 (dua) rumusan masalah: (1). Bagaimana bentuk pemidanaan yang diberlakukan terhadap pelaku penodaan agama di Indonesia?; (2) Bagaimana bentuk pemidaaan yang ideal terhadap pelaku penodaan agama kedepan yang sesuai dengan tujuan pemidanaan?. Penelitian ini merupakan jenis penelitian hukum normatif, yang menggunakan data sekunder dengan bahan-bahan primer, sekunder, dan tersier, melalaui penelitian perpustakaan (library research) atau juga disebut studi dokumen. Hasil penelitian ini menunjukan bahwa bentuk pemidanaan yang diberlakukan terhadap pelaku penodaaan agama di Indonesia adalah bentuk pemidaan dengan sanksi pidana, bentuk pemidanaan yang berlaku saat ini terbukti tidak dapat mencapai tujuan diberlakukannya pemidaan. Untuk membuat bentuk pemidanaan yang ideal kedepan sehingga mencapai tujuan pemidanaan, penegak hukum dapat menggunakan metode penemuan hukum (rechvinding) dengan metode interpretasi komparatif yang membandingkan bentuk pemidaaan yang ada sehingga dapat bertemu dengan bentuk pemidanaan yang ideal untuk diterapkan terhadap pelaku penodaan agama kedepan, bentuk pemidanaan yang ideal kedepan untuk diterapkan terhadap pelaku penodaan agama adalah dengan bentuk pemidanaan dua jalur (double track system). Saran yang diajukan dalam penelitian ini adalah supaya pembuat undang-undang (eksekutif, dan legislatif) mengkaji kembali bentuk pemidanaan yang diatur dalam Undang-undang terhadap para pelaku penodaan agama agar pemidanaan yang diberlakukan sejalan dengan tujuan dari pemidanaan. 

Iklan Atas Artikel

Iklan Tengah Artikel 1

Iklan Tengah Artikel 2

Iklan Bawah Artikel